Kamis, 23 September 2010

ASPEK LINGKUNGAN DALAM AMDAL
BIDANG PERTAMBANGAN



Pendahuluan

Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan
bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep
dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala
kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala
pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan
menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga
semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan
kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan
bersifat penting. US-EPA (1995) telah melakukan studi tentang pengaruh
kegiatan pertambangan terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan
manusia pada 66 kegiatan pertambangan.


Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak lingkungan, ternyata
menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu, AMDAL suatu
kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank,
1998):
1. Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan
dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan
alternatif kegiatan yang akan dipilih.
2. Memastikan bahwa pengendalian, penge-lolaan, pemantauan serta
langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan
implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.
Draft Rancangan Undang Undang Pertambangan Umum
mengklasifikasikan bahan tambang menjadi 6 kelompok usaha pertambangan,
yakni :
1. Pertambangan Mineral Radioaktif
2. Pertambangan Mineral Logam
3. Pertambangan Mineral Non Logam
4. Pertambangan Batubara, Gambut dan Bituminen Padat
5. Pertambangan Panas Bumi
6. Pertambangan Air Tanah

Uraian di bawah akan lebih banyak menjelaskan tentang pertambangan
mineral logam, non logam dan batubara. Sedangkan kegiatan pertambangan
mineral radioaktif, panas bumi dan air tanah, karena karakteristik bahan dan
teknik pertambangannya yang sangat berbeda, tidak diterangkan pada uraian
berikut.


Ruang Lingkup Kegiatan Pertambangan

Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai
berikut:
1. Eksplorasi
2. Ekstrasi dan pembuangan limbah batuan
3. Pengolahan bijih dan operasional
4. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya
5. Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi
6. Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman


Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena
merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan
sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan
ini adalah pengamatan melalui udara, survey geofisika, studi sedimen di aliran
sungai dan studi geokimia yang lain, pembangunan jalan akses, pembukaan
lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan landasan pengeboran dan
pembangunan anjungan pengeboran.


Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan

Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan mineral didunia dilakukan
dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan
dengan open-pit mining, strip mining, dan quarrying, tergantung pada bentuk
geometris tambang dan bahan yang digali.

Ekstrasi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan
terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu
teknik tambang terbuka adalah metode strip mining (tambang bidang).
Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang
galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral diambil, dibuat
bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang
dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian
sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali
deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat permukaan tanah.
Raya
Kegiatan ekstraksi meng-hasilkan limbah dan produk samping dalam jumlah
yang sangat banyak. Total limbah yang diproduksi dapat bervariasi antara 10 %
sampai sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang
dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup
(overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak
mengandung mineral, yang menutupi atau berada diantara zona mineralisasi
atau batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak
ekonomis untuk diolah. Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah
permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang
dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi
singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan singkapan bijih.


Pengolahan Bijih dan Operasional Pabrik Pengolahan

Tergantung pada jenis tambang, pengolahan bijih pada umumnya terdiri dari
proses benefication – dimana bijih yang ditambang diproses menjadi
konsentrat bijih untuk diolah lebih lanjut atau dijual langsung, diikuti dengan
pengolahan metalurgi dan refining. Proses benefication umumnya terdiri dari
kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan, peningkatan
konsentrasi dengan gravitasi atau pemisahan secara magnetis atau dengan
menggunakan metode flotasi (pengapungan), yang diikuti dengan
pengawaairan (dewatering) dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah
konsentrat bijih dan limbah dalam bentuk tailing dan serta emisi debu. Tailing
biasanya mengandung bahan kimia sisa proses dan logam berat.

Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat bijih
dengan metode pyrometallurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi baik
dilaku-kan sebagai proses tunggal maupun kombinasi. Proses pyrometalurgi
seperti roasting (pembakaran) dan smelting menyebabkan terjadinya gas
buang ke atmosfir (sebagai contoh, sulfur dioksida, partikulat dan logam
berat) dan slag.

Metode hidrometalurgi pada umumnya menghasilkan bahan pencemar dalam
bentuk cair yang akan terbuang ke kolam penampung tailing jika tidak
digunakan kembali (recycle). Angin dapat menyebarkan tailing kering yang
menyebabkan terja-dinya pencemaran udara. Bahan-bahan kimia yang
digunakan di dalam proses pengolahan (seperti sianida, merkuri, dan asam
kuat) bersifat berbahaya. Pengangkutan, penyimpanan, penggunaan, dan
pembuangannya memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya
gangguan terhadap kesehatan dan keselamatan serta mencegah pencemaran
ke lingkungan.
Proses pengolahan batu bara pada umumnya diawali oleh pemisahan limbah
dan batuan secara mekanis diikuti dengan pencucian batu bara untuk
menghasilkan batubara berkualitas lebih tinggi. Dampak potensial akibat
proses ini adalah pembuangan batuan limbah dan batubara tak terpakai,
timbulnya debu dan pembuangan air pencuci.

Penampungan Tailing, Pengolahan dan Pembuangan

Pengelolaan tailing merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang
menimbulkan dampak lingkungan sangat penting. Tailing biasanya berbentuk
lumpur dengan komposisi 40-70% cairan. Penampungan tailing, pengolahan dan
pembuangannya memerlukan pertimbangan yang teliti terutama untuk
kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain dari sistem penampungan
tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar, dan dapat menjadi pusat
perhatian media serta protes dari berbagai Lembaga swadaya masyarakat
(LSM).

Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi harus
memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan fraksi cair
tailing, pencegahan erosi oleh angin, dan mencegah pengaruhnya terhadap
hewan-hewan liar.

Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif
pembuangan tailing meliputi :
- Karakteristik geokimia area yang akan digunakan sebagai tempat
penimbunan tailing dan potensi migrasi lindian dari tailing.
- Daerah rawan gempa atau bencana alam lainnya yang mempengaruhi
keamanan lokasi dan desain teknis .
- Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan
budaya, pertanian serta kepentingan lain seperti perlindungan terhadap
ternak, binatang liar dan penduduk local.
- Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air dan kebutuhan untuk
pengolahannya.
- Reklamasi setelah pasca tambang.

Studi AMDAL juga harus mengevaluasi resiko yang disebabkan oleh kegagalan
penampungan tailing dan pemrakarsa harus menyiapkan rencana tanggap
darurat yang memadai. Pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan
tanggap darurat ini harus dinyatakan secara jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar