Sabtu, 18 Juli 2009

MANAJEMEN STRATEGIK

MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN
MELALUI PEMBANGUNAN PARIWISATA

PENDAHULUAN
Pariwisata tumbuh dan berkembang sebagai salah satu sektor pembangunan ekonomi dan menjadi fenomena sosial. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi kepariwisataan dengan potensi kunjungan cenderung meningkatkan secara konsisten, dapat menjadi pendamping sektor lain, khususnya sektor minyak dan gas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Potensi sumber daya pariwisata Indonesia yang melimpah ternyata belum dimanfaatkan secara optimum, khususnya dalam hal kemampuannya menghasilkan devisa negara. Pariwisata sulit untuk disosialisasikan di kalangan masyarakat karena masih banyak anggapan bahwa pariwisata identik dengan hal yang negatif.

PEMBAHASAN
Konsep Industri Pariwisata
Istilah Pariwisata didefinisikan dari berbagai sisi dan pendekatannya menimbulkan cara pandang yang berbeda. Pariwisata adalah kombinasi aktivitas, pelayanan dan industri yang menghantarkan pengalaman perjalanan, transportasi, akomodasi, usaha makanan dan minuman, toko, hiburan, fasilitas aktivitas dan pelayanan lainnya yang tersedia bagi perorangan atau group yang sedang melakukan perjalanan jauh dari rumah. (Goeldner Cs., 2000)
Di Indonesia, pariwisata menjadi semakin menarik setelah dikenal melalui Seminar dan Rapat Kerja Kepariwisataan. Hal tersebut semakin kuat setelah adanya persamaan persepsi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, yang menyatakan bahwa Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha terkait di bidang tersbut. Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
Industri pariwisata sangat berbeda dengan industri lain secara umum. Artinya bahwa proses dan hasil produksi dari industri pariwisata bentuknya berupa barang dan pelayanan yang beraneka ragam serta mengutamakan penggunaan tenaga manusia, tidak seperti industri lain pada umumnya.
Industri pariwisata didefinisikan sebagai gabungan aktivitas komersial dan industri yang menghasilkan barang dan jasa secara keseluruhan atau sebagian dikonsumsi oleh turis. (Weaper dan Opperman, 2000). Perusahaan tersebut menghasilkan jasa dan produk yang berbeda satu sama lainnya, dalam hal produk yang dihasilkan, skala perusahaan, lokasi, letak geografis, fungsi dan bentuk organisasi, metode dan cara pemasarannya (Youti, 1996). Tiap perusahaan menghasilkan produk yang berbeda dan saling melengkapi yang dinikmati wisatawan dalam suatu paket.
Produk wisata yang dihasilkan usaha pariwisata, pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam 7 (tujuh) komponen utama, yaitu : daya tarik, fasilitas penginapan, fasilitas makanan dan minuman, fasilitas pendukung dan hiburan, fasilitas transportasi dan prasarana lain. (Kartawan, 2000). Produk pariwisata adalah produk jasa yang memiliki karakteristik : intangibel , tidak terpisahkan, beragam dan perishability. (Kotler, Philip, John Bown, James Maken, 2000).
Intangibel, artinya tidak dapat dilihat dan dirasakan sebelum produk itu dibeli.
Tidak terpisahkan, artinya dihasilkan dan digunakan pada saat yang bersamaan atau tidak dapat dipisahkan antara produsen dan konsumen.
Beragam, artinya produknya beraneka ragam, tergantung kepada siapa saja yang menghasilkan.
Perishability, artinya tidak dapat disimpan untuk dinikmati pada waktu yang akan datang.
Selain itu, produk pariwisata secara khusus juga memiliki karakteristik tidak dapat dipindahkan, peranana perantara tidak diperlukan, tidak dapat ditimbun, tidak memiliki standar permintaan sangat permintaan sangat dipengaruhi oleh musim, calon konsumen tidak dapat mencoba sebelum membeli, sangat tergantung kepada tenaga manusia. (Youti, 2000).

Peluang Pembangunan Pariwisata
Era globalisasi memungkinkan pergerakan barang antarnegara. Batas administrasi tidak menjadi penghalang. Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi sangat memudahkan orang mendapatkan informasi yang tepat tentang tempat yang akan dikunjunginya. (Parikesit dan Trisnadi, 1997). Kegiatan pariwisata telah menjadi kebutuhan pokok nomor tiga setelah pangan dan papan. Kemakmuran rakyat suatu bangsa meningkatkan kebutuhan berwisata. Hal ini merupaka potensi bagi setiap negara untuk membangun perekonomian melalui pengembangan wisata.
Indonesia sebagai salah satu negara di kawasan Asia Pasifik sebagai kawasan tercepat dalam hal pertumbuhan pariwisata dunia, harus mempersiapkan diri, mengingat Indonesia memiliki potensi untuk menanggapi peluang tersebut.
Kekayaan alam dan budaya Indonesia yang melimpah, dengan rentang jalur pantai 81.000 km, belum termasuk pantai tepian laut teritorial, yang merupakan negara pemilik pantai terpanjang ke empat di dunia. (Marzuki, 1995). Potensi wisata pantai tersebut hampir merata di seluruh pelosok tanah air yang sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal. (Londo, 1995).
Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan sunber hayati yang beraneka ragam, seperti jenis tumbuhan berbunga, binatang, berbagau jenis burung, dan serangga serta lebih dari 49 ekosistem, merupakan satu dari tujuh negara yang termasuk mega biodiversity di dunia dan urutan ketiga setelah Brazil dan Zaire. (Youti, 2002). Indonesia yang terletak di khatulistiwa memiliki posisi sangat strategis yang berada diantara dua samudera dan dua benua. Posisi tersebut sangat menguntungkan bagi berkembangnya pariwisata, sebab dengan posisi tersebut Indonesia menjadi lintasan transportasi orang untuk bepergian antarbenua. Dilihat dari sumber daya yang diekspor, sektor pariwisata memiliki keunggulan karena sumber daya pariwisata termasuk sumber daya yang dapat diperbaharui, memiliki kontinuitas dalam menghasilkan rupiah lebih terjamin, memiliki kemampuan dalam bertahan pun dalam kondisi krisis ekonomi dunia. Indonesia mampu bertahan dan sanggup meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 1997. Krisis ekonomi menjatuhkan nilai tukar rupiah ke posisi sangat rendah. Hal ini justru menguntungkan Indonesia karena dengan nilai tukar dolar yang sama jika berkunjung ke Indonesia dapat digunakan untuk menikmati produk wisata yang lebih banyak.
Kondisi yang sangat mengganggu perkembangan pariwisata di Indoensia adalah peristiwa kerusuhan. Indonesia yang sejak dulu terkenal dengan sifat keramahan penduduknya, tiba-tiba penduduknya berubah menjadi anarkis bahkan pembunuh. Hal ini membuat beberapa negara melarang warganya untuk berkunjung ke Indonesia. (Travel Warning).
Daerah yang dianggap paling aman bagi kunjungan wisata Indonesia yaitu Pulau Bali yang terkenal sebagai pulau dewata pun telah dikejutkan oleh peristiwa bom Bali. Hal ini menambah parah kondisi kepariwisataan Indonesia karena semakin banyak negara melarang warganya mengunjungi Indonesia. Meskipun demikian, ternyata pariwisata Indonesia masih mendapat tempat di dunia internasional. Buktinya Indonesia masih mampu menjual paket perjalanan wisata di pasar wisata dunia yang berlangsung di London pada tanggal 11-14 November 2002. Keamanan kondisi kunjungan wisata antarnegara sangat didukung oleh adanya kebijakan penetapan lima hari kerja dalam satu minggu. Selain itu adanya kebijakan memindahkan hari libur nasional ke awal / akhir pekan, semakin mendorong keinginan masyarakat melakukan perjalanan wisata. Hal ini merupakan peluang bagi pemasar untuk mengubah wisatawan potensial menjadi wisatawan aktual.

Pengaruh Pembangunan Pariwisata terhadap Perekonomian
Pariwisata merupakan sektor yang banyak kaitannya dengan sektor lainnya, sehingga pengembangan sektor pariwisata akan memacu perkembangan sektor lainnya. (Kartawan, 2002). Apabila seseorang melakukan perjalanan wisata ke suatu tujuan, maka berpengaruh terhadap ekonomi, yaitu pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh dorongan. (Weaver dan Oppermann, 2000). Pengaruh langsung merupakan pengaruh utama dari kedatangan wisatawan di suatu tujuan, yaitu pembayaran (pengeluaran) wisatawan kepada perusahaan pariwisata seperti transportasi, restoran, penginapan. Hasil pembayaran yang diterima sebagian ditabung dan sebagian dibelanjakan. Bagian yang dibelanjakan inilah sebagai pengaruh tidak langsung. Pengaruh tidak langsung merupakan pengaruh yang ditimbulkan akibat pembelian oleh perusahaan yang berada digaris depan kepada perusahaan pemasok dalam perekonomian setempat. Pengaruh dorongan adalah pengaruh lanjutan dari pengaruh tidak langsung, dimana uang yang dibelanjakan perusahaan pemasok akan dibelanjakan lagi kepada perusahaan lain. Pembangunan pariwisata membawa pengaruh sangat luas terhadap perekonomian, baik positif maupun negatif. Pengaruh positif antara lain memberikan kontribusi terhadap neraca pembayaran, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan pemerintah, pemerataan pendapatan, menimbulkan efek penggandaan. (Wahab, 1992. Goeldner Cs., 2000)



Kontribusi ke Neraca Pembayaran
Pengaruh terhadap neraca pembayaran hanya terjadi dari pariwisata internasional, yaitu manakala terjadi ekspor pariwisata. Ekspor pariwisata adalah ekspor yang tidak kentara yang berbeda dengan ekspor barang. Pada ekspor barang, aliran barang berlawanan dengan aliran pembayaran. Sedangkan pada ekspor pariwisata, aliran wisatawan sama dengan aliran pembayaran.
Ekspor pariwisata menyumbang sejumlah uang dari pengeluaran wisatawan asing, transportasi, pengembalian modal dari investasi pariwisata di luar negeri, pengiriman uang oleh pekerja bidang pariwisata di luar negeri dan sebagainya. Hal ini memberikan kontribusi positif terhadap pembayaran.
Perkembangan pariwisata mendorong terciptanya lapangan kerja, terutama di negara berkembang yang aktivitas ekonominya terbatas. Pariwisata juga mendatangkan pengaruh besar pada penerimaan pemerintah dari sektor pajak dan retribusi, baik yang langsung dikenakan kepada wisatawan atau kepada pengusaha. Pariwisata membantu pemerataan pendapatan penduduk, dengan adanya aktivitas perpindahan uang dari negara kaya ke negara miskin. (Youti, 1996). Wisatawan mengeluarkan uang untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh usaha pariwisata, hasilnya akan digunakan untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan perekonomian lokal, membayar tenaga kerja, keuntungan wirausaha, membayar pajak, dan sebagainya serta untuk membeli barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan perekonomian setempat.
Uang yang digunakan untuk membeli barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan perekonomian setempat, akan keluar dari perekonomian. Sedangkan uang yang tersisa dalam perekonomian akan ditabung dan sebagian lagi dibelanjakan. Proses ini terus berjalan hingga menimbulkan penggandaan perekonomian yang akan meningkatkan pendapatan pelaku ekonomi di daerah setempat dan meningkatkan daya beli serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan penggandaan digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh dari pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian di negara tujuan. Berdasarkan fakta yang ada, di Indonesia setiap dolar pengeluaran wisatawan untuk pembayaran berbagai kebutuhannya, akan berpengaruh terhadap nilai uang menjadi 2,5 kali dalam aktivitas ekonomi. (Sitongkir, 1997).
Pariwisata juga membawa dampak negatif terhadap perekonomian, yaitu pembelanjaan kebocoran (leakeges), pengaruh demonstrasi, biaya penempatan dan kesempatan (Noviandi, 1997. Weaper dan Oppermann, 2000). Kebocoran perekonomian terjadi bila dalam penyediaan kebutuhan barang yang diperlukan wisatawan, tidak bisa dihasilkan dalam perekonomian itu sendiri atau dalam menghasilkannya digunakan faktor produksi yang berasal dari luar perekonomian setempat. Kebocoran dapat berupa sejumlah uang yang keluar dari suatu perekonomian untuk pembelian barang yang tidak dapat dihasilkan oleh perekonomian produksi yang berasal dari luar.
Dampak negatif juga terjadi pada perilaku masyarakat setempat di daerah tujuan wisata. Mereka dapat terpengaruh oleh perilaku wisatawan, khususnya gaya hidup dan pola pengeluaran masyarakat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya permintaan barang yang dihasilkan perusahaan asing.
Pengembangan pariwisata di suatu tujuan memerlukan fasilitas yang cukup memadai. Penyediaan fasilitas dapat merugikan fasilitas yang telah ada sebelumnya. Pembangunan fasilitas kepariwisataan merupakan penggunaan faktor produksi pada sektor pariwisata, yang sesungguhnya faktor produksi tersebut dapat dipergunakan pada pembangunan sektor lain.

Konsep Pembangunan Pariwisata
Pembangunan pariwisata sering terjadi sebagai pembangunan yang sifatnya merusak, bahkan tidak jarang pembangunan pariwisata merusak pariwisata itu sendiri. Menurut perhitungan Calzoni, 1998, bahwa dalam menghasilkan jasa kepariwisataan terdapat substitusi antara penggunaan sumber daya pariwisata dengan kualitas lingkungan. Semakin banyak sumber daya wisata digunakan dalam menghasilkan pelayanan kepariwisataan, maka kualitas lingkungan semakin turun. Sebagai respon atas situasi tersebut, maka Konferensi WTO di Chilli tahun 1999, telah menghasilkan etika global pariwisata yang bertujuan menjamin sumber daya alam yang menjadi sumber kehidupan kepariwisataan dan melindungi lingkungan dari dampak buruk kegiatan bisnis kepariwisataan. (WTO, 2000). Kode etik ini meliputi aturan bagi daerah tujuan wisata pemerintah, penyelenggara tour, pengembang, biro perjalanan, pekerja dan bagi para wisatawan.
Pembangunan pariwisata harus memperhatikan prinsip pariwisata berkelanjutan, yaitu penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan, penurunan konsumsi berlebihan dan sampah, mempertahankan keberagaman, integrasi pariwisata dalam perencanaan, ekonomi pendukung, keterlibatan komunitas lokal, konsultasi pemegang saham dan masyarakat, pelatihan staf, tanggung jawab pemasaran pariwisata dan pelaksanaan penelitian. (Farsai dan Prastacos, 2001)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar